Pernyataan Ibnu Wardani soal buka taksi di Jepang bayar Rp1,4 Juta menuai pro dan kontra di tengah netizen Indonesia. Tak sedikit warganet memenuhi kolom komentar seleb TikTok itu hingga berakhir di-takedown nya video viral tersebut.
Tanggapan netizen pun beragam, ada yang menanggapinya dengan serius seperti akun “H” yang berkomentar, “lah guruku ke jepang katanya cuma butuh 10 juta aja udah bisa kesana bahkan sampai dua hari,”. Ada pula yang menganggapnya sebagai bentuk flexing atau memamerkan harta kekayaannya.
Terlepas dari perseteruan kubu pro dan kontra, ada beberapa hal yang bisa kita petik dari viralnya video konten Ibnu Wardani. Kita menyadari di era digital pertukaran informasi berlangsung sangat cepat termasuk hal-hal yang dianggap kontroversial. Sesuatu yang kontroversial dibicarakan oleh banyak orang dan orang yang tertarik dengan informasi tersebut akan membagikannya ke orang lain sehingga viral.
Seperti yang Ibnu Wardani lakukan dalam membangun brand image-nya, ia membuat video kontroversi guna menarik audiens untuk menonton videonya sampai habis dan membagikannya ke audiens lain. Adapun dalam digital marketing hal ini dikenal dengan sebutan “sharing triggers”.
Sharing triggers merupakan teknik sederhana yang dipakai dalam membuat konten atau video marketing guna memperoleh ratusan viewers dan share. Melansir dari akun twitter Pribadi P. ada elemen sharing triggers yang bisa kamu lakukan diantaranya funny, sexy, shocking, moving, unbelievable, cool, illuminating, random, disgusting dan controversial seperti yang Ibnu Wardani lakukan. Kunci dari teknik marketing ini bergantung pada bagaimana seorang content creator dapat menciptakan trigger atau pemicu untuk menarik perhatian audiens.
Lalu bagaimana cara membuat “triggers” itu? Masih dalam sumber yang sama, terdapat dua jenis sharing triggers meliputi rational triggers dan emotional triggers.
- Rational Triggers
Kamu bisa melakukannya dengan pendekatan rasional. Konten dibagikan karena secara rasional dianggap berharga dan relevan untuk dilakukan. Kamu bisa memberikan informasi yang belum banyak diketahui orang sehingga dapat menarik perhatiannya.
Seperti yang dilakukan Ibnu Wardani, dia membagikan informasi biaya transportasi di Jepang dengan harga yang cukup fantastis. Secara rasional memang tidak masuk akal, atau mungkin si Ibnu ini buka pintu taksinya pake linggis jadi bayar 1,4 juta. Tetapi konten yang nggak make sense ini justru memicu perbincangan banyak orang dan disaat itulah sharing triggers bekerja.
Menurut penelitian yang dilakukan Universitas Carnegie Mellon, creator yang dapat memberi informasi dan kejelasan seputar topik yang tidak diketahui audiens menimbulkan adanya kesenjangan informasi di antara mereka. Adanya kesenjangan informasi ini memicu rasa ingin tahu audiens untuk menonton video sampai habis bahkan nggak segan-segan membagikannya.
- Emotional Triggers
Selain cara rasional kamu juga bisa membuat pemicu dengan memposisikan diri sebagai audiens. Konten dibagikan karena menarik secara emosional atau untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan emosional seseorang.
Misalnya iklan Ramayana edisi bulan puasa beberapa tahun lalu yang berhasil menyentuh hati penontonnya. Iklan yang disutradarai Dimas Djay tersebut berhasil membuat orang yang merantau ke kota untuk bekerja dibuat relate dengan segala problematikanya menjelang hari raya. Iklan yang diiringi backsound “kerja keras bagai kuda, sampai lupa orang tua” ini sukses menarik perhatian dengan ditontonnya sebanyak 22.000 orang. Itu baru di Youtube ya, belum yang ditonton di TV, video yang sengaja di share di grup WhatsApp dan media sosial lainnya.
Belajar dari konten Ibnu Wardani, sharing triggers terbukti berhasil menarik perhatian audiens dan mendorongnya untuk membagikan ke orang lain atau platform lainnya. Teknik marketing yang digunakan Ibnu Wardani kebetulan juga sesuai dengan platform atau media yang dipilihnya yakni TikTok.
Demas Ryan selaku SMB Partnership Manager TikTok dalam webinar “Communicating Small Medium Business” (5/7/2021) menjelaskan, kesuksesan konten bergantung pada kreativitas creator mampu mempertahankan audiens melihat videonya sampai tujuh detik pertama. Apabila hal itu berhasil maka peluang untuk memperoleh banyak viewers dan share semakin besar.
Pernyataan Demas dibuktikan oleh akun leo_giovannii, content creator itu membandingkan analytic video yang FYP (For Your Page) dan tidak FYP. Hasilnya, video FYP menggambarkan grafik yang landai sementara yang tidak FYP curam. Artinya, video yang tidak FYP atau viewersnya sedikit banyak skip di awal-awal video. Sementara video yang berhasil FYP, cenderung ditontonton utuh oleh penonton.
Membuat konten bukan hanya perihal eksekusinya saja tetapi banyak hal yang harus content creator ketahui. Mulai dari perencanaan konten meliputi riset produk atau brand image dari produk apa yang hendak dibangun, ide kreatif dari konten produk itu sendiri bagaimana hingga platform apa yang sekiranya tepat untuk konten tersebut. (Ilma)